Candi Sawentar I terletak di Dusun Centong, Desa Sawentar, Kecamatan Kanigoro, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur, pada koordinat 8°05’55” Lintang Selatan dan 112°14’07” Bujur Timur. Secara geografis, situs ini berada di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Siwalan, yang merupakan salah satu jalur aliran lahar dari Gunung Kelud. Berdasarkan peta Residen Kediri yang diterbitkan oleh Topographisch Bureau (Batavia, 1892), DAS tersebut meliputi tiga sungai, yaitu Kali Siwalan, Kali Ngasinan, dan Kali Glondong. Secara geologis, wilayah ini tergolong dalam satuan endapan lahar, yang terdiri atas kerakal-pasir gunung api, tuf, lempung, serta sisa tumbuhan.
Keberadaan Candi Sawentar I pertama kali dilaporkan oleh peneliti asal Belanda, N.W. Hoepermans, pada tahun 1804. Saat itu, bagian bawah bangunan candi dilaporkan terkubur material vulkanik dan dikelilingi oleh pepohonan besar seperti beringin dan kamboja. Pada tahun 1915, arkeolog P.J. Perquin de Haan mengunjungi situs ini dan melanjutkannya dengan kegiatan ekskavasi pada tahun 1921, mewakili Oudheidkundige Dienst (Jawatan Purbakala Hindia Belanda). Ekskavasi tersebut berhasil menampakkan bagian kaki bangunan serta menemukan sejumlah komponen arsitektural yang terfragmentasi.
Pemugaran awal Candi Sawentar I dilakukan pada tahun 1921 oleh Oudheidkundige Dienst. Dalam prosesnya, bagian atap dibiarkan tidak direkonstruksi karena ketiadaan batuan asli sebagai bahan pemugaran. Penanganan lebih lanjut terhadap candi ini dilakukan oleh instansi pelestarian yang kini dikenal sebagai Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI. Upaya tersebut meliputi pemugaran, inventarisasi tinggalan, serta penataan lingkungan candi. Pada tahun 2000, penempatan juru pelihara resmi dilakukan untuk menjaga keberlanjutan pelestarian situs ini.
Candi Sawentar I dibangun menghadap ke arah barat dan disusun dari batu andesit yang ditata dengan sistem penguncian antarblok batu. Denah bangunan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 9,53 × 7,10 meter, dengan tinggi yang tersisa 10,65 meter dari perkiraaan tinggi utuhnya yang mencapai 15 meter. Laporan Perquin de Haan juga mencatat keberadaan struktur pagar batu andesit berbentuk huruf “L” di sisi barat daya candi. Temuan ini menjadi salah satu dasar penting dalam rekonstruksi arsitektur Candi Sawentar I.
Beberapa temuan arkeologis penting dari Candi Sawentar I antara lain adalah arca perempuan yang secara ikonografis merepresentasikan Dewi Sri (Laksmi), sungkup batu dengan relief figur laki-laki menunggang kuda dalam bingkai sinar surya yang diduga sebagai Kalki Awatara atau Dewa Surya, serta ornamen lainnya seperti motif tapak dara (+), sulur-suluran, fragmen motif meander, dan kepala kala dengan naga di kanan-kiri ambang atas pintu (lintel). Pada pipi tangga juga ditemukan pahatan kepala naga, sayap burung, serta miniatur bangunan candi. Gaya seni hias pada ornamen-ornamen tersebut menunjukkan pengaruh kuat seni arsitektur periode Majapahit.
Indikasi kronologis lebih lanjut diperoleh dari Kakawin Nāgarakṛtāgama pupuh 61 bait ke-2, yang mencatat kunjungan Raja Hayam Wuruk ke sebuah tempat bernama Lwang Wěntar pada tahun 1361 Masehi. Banyak pihak meyakini bahwa Lwang Wěntar merupakan nama lama dari Sawentar, sehingga memperkuat dugaan bahwa Candi Sawentar I dibangun pada masa Majapahit. Namun demikian, beberapa peneliti juga menyebutkan kemiripan gaya bangunan ini dengan Candi Kidal, tempat pendarmaan Raja Anusapati dari masa Kerajaan Singhasari.
Hingga saat ini, fungsi utama Candi Sawentar I masih belum dapat dipastikan secara jelas, apakah sebagai tempat pemujaan dewa atau sebagai tempat pendarmaan tokoh tertentu. Belum ditemukannya data sejarah tertulis yang mendukung penafsiran tersebut menjadi salah satu alasannya. Selain itu, indikasi bahwa pembangunan candi belum rampung terlihat dari keberadaan ornamen-ornamen yang lebih halus pada bagian atas, sementara bagian bawah masih tampak dalam bentuk skematik atau belum selesai dipahat. Meskipun demikian, aktivitas keagamaan di situs ini telah dapat dipastikan pernah berlangsung, sebagaimana ditunjukkan melalui temuan arca Dewi Sri serta pencatatan kunjungan Raja Hayam Wuruk. Kajian rekonstruksi yang dilakukan oleh Muhamad Satok Yusuf dan tim (2025) menunjukkan bahwa kompleks Candi Sawentar I kemungkinan terdiri atas bangunan candi utama, balai, halaman, pagar keliling, dan gapura. Rekonstruksi tersebut berdasarkan pada studi perbandingan tata ruang, arsitektural, dan relief percandian masa Singhasari–Majapahit serta temuan arkeologis yang kontekstual.
Rekonstruksi Candi Sawentar I ini merupakan hasil karya dari Muhamad Satok Yusuf, S.S., M.Hum., merupakan salah satu penerima Bantuan Pemerintah (Banpem) Bidang Kebudayaan Tahun 2025 dari Provinsi Jawa Timur.




