Ritus Hodo dikenal secara turun-temurun sebagai ritus meminta hujan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo. Konon, ritus ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Keunikan dari tradisi ini adalah adanya penggabungan tradisi Islam dan Madura karena doa-doa yang diucapkan menggunakan doa-doa Islami dan dilanjutkan dengan tembang bahasa Madura yang ditarikan oleh para pelaku seni Ritus Hodo. Dalam kepercayaan masyarakat Dusun Pariopo, Ritus Hodo wajib dilakukan di setiap tanggal 10 Oktober dan ritual ini selalu dilakukan di beberapa titik di dusun tersebut. Berdasarkan pengamatan tim Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI yang melakukan tinjauan lapangan bahwa titik lokasi pelaksanaan Ritus Hodo berada di 3 tempat, yaitu puncak Bukit Masali, mata air Secap-cap, dan Bato Tomang. Di tiga lokasi tersebut banyak masyarakat datang berduyun-duyun, baik tua muda bahkan anak-anak datang membawa aneka jenis makanan yang akan didoakan dan masyarakat akan saling bertukar makanan.
Selain makan juga terdapat nasi tumpeng dengan ukuran lebih kecil dibawa ke sumber mata air untuk didoakan oleh pemuka adat dan dua tumpeng yang lebih besar dibawa ke Bato Tomang. Nasi tumpeng tersebut diarak oleh beberapa orang pelaku Ritus Hodo ke depan Watu Tomang yang menggunakan pakaian khas disertai dengan ornamen-ornamen hiasan yang terbuat dari janur.
Kedua tumpeng diletakkan di tengah dan dikelilingi oleh para pelaku Ritus Hodo. Tetua adat membacakan doa-doa, kemudian para pelaku ritus melantunkan tembang-tembang khusus sambil menari dan mengelilingi tumpeng. Acara inti Ritus Hodo selesai, masyarakat melakukan tukar-menukar makanan yang dibawa dan para pelaku ritus beserta warga masyarakat menyantap hidangan tumpeng bersama-sama.
