Tumpeng adalah salah satu hidangan khas masyarakat Jawa yang berbentuk kerucut dan biasanya disajikan bersama aneka lauk-pauk dalam acara syukuran, selamatan, dan perayaan adat. Tumpeng tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga memiliki makna filosofis dan spiritual bagi masyarakat di Jawa Timur. Tumpeng merupakan salah satu tradisi budaya yang masih lestari di masyarakat Jawa, termasuk di Jawa Timur. Dalam tradisi Jawa Timur, bentuk kerucut melambangkan gunung, di mana dalam kepercayaan Jawa adalah tempat sakral dan dianggap suci, serta menunjukkan harapan agar kehidupan selalu meningkat ke arah yang lebih baik. Puncak Tumpeng melambangkan simbol Tuhan Yang Maha Esa, sebagai pusat segala kehidupan dan hal tersebut mengajarkan nilai spiritual bahwa manusia harus selalu mengutamakan Tuhan dalam hidupnya. Lauk-pauk yang menyertai tumpeng disajikan dengan berbagai masakan yang memiliki makna simbolis, seperti ayam ingkung, ikan teri, telur rebus, tempe tahu, dan sayur urap. Ayam ingkung merupakan simbol kepasrahan kepada Tuhan. Telur rebus merupakan symbol pentingnya perencanaan dan usaha dalam hidup. Ikan teri merupakan simbol kebersamaan dan gotong royong. Tempe dan tahu merupakan symbol kesederhanaan dan sayur urap adalah keberkahan dan kesuburan.
Fungsi dan makna tumpeng dalam tradisi Jawa Timur adalah bahwa tumpeng bukan hanya sekadar makanan, namun juga bagian dari ritual budaya dengan makna yang berbeda tergantung pada konteksnya. Tumpeng juga merupakan sarana sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Jawa Timur yang sering mengadakan upacara selamatan atau tasyakuran dengan menyajikan tumpeng untuk menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan atas rezeki dan keselamatan, sebagai contoh adalah kelahiran, pernikahan, panen, pindah rumah, hingga peringatan ulang tahun. Tumpeng juga digunakan dalam Tradisi Bersih Desa, di mana dalam acara bersih desa, tumpeng digunakan sebagai simbol harapan agar desa selalu mendapat perlindungan dan keberkahan, serta disajikan bersama doa-doa yang dipimpin oleh sesepuh desa.
Tumpeng juga digunakan dalam upacara keagamaan, di mana pada beberapa daerah Jawa Timur, tumpeng juga hadir dalam peringatan Maulid Nabi, Isra’ Mi’raj, dan perayaan Islam lainnya, mencerminkan akulturasi budaya Jawa dengan Islam. Tumpeng merupakan simbol persatuan, di mana pada saat tumpeng dipotong dan dibagikan, hal tersebut melambangkan semangat kebersamaan dan gotong royong dalam masyarakat. Jenis-Jenis Tumpeng yang digunakan dalam masyarakat di Jawa Timur adalah Tumpeng Nujuh Bulan, Tumpeng Megana, Tumpeng Pungkur, dan Tumpeng Robyong.
- Tumpeng Nujuh Bulan dibuat untuk selamatan ibu hamil yang memasuki usia 7 bulan,
- Tumpeng Megana merupakan tumpeng yang. berisi sayuran dan digunakan dalam acara kelahiran bayi.
- Tumpeng Pungkur merupakan tumpeng yang disajikan dalam upacara kematian, biasanya dibelah menjadi dua bagian sebagai simbol perpisahan dengan orang yang telah meninggal,
- Tumpeng Robyong merupakan tumpeng yang dipakai dalam acara panen atau ritual pertanian sebagai ungkapan rasa syukur.
Dalam tradisi budaya masyarakat Jawa Timur, tumpeng bukan hanya sekadar hidangan, tetapi memiliki makna spiritual, sosial, dan budaya yang mendalam. Bentuknya yang kerucut melambangkan hubungan manusia dengan Tuhan, sementara lauk-pauk yang menyertainya mengandung pesan kehidupan. Sebagai bagian dari ritual syukuran, selamatan, dan peringatan adat, tumpeng tetap menjadi warisan budaya yang terus dilestarikan di Jawa Timur hingga kini.
